" OUR LADY OF AKITA "
Santa Perawan Maria dari Akita |
Penampakan kepada : Sr Agnes Katsuko Sasagawa
Penampakan pertama : 06 Juli 1973
Penampakan terakhir : 13 Oktober 1973
Jumlah penampakan : 3 kali
Tempat penampakan : Akita, Jepang
Diselidiki oleh gereja : Tahun 1973
Diakui Uskup lokal : 22 April 1984
Oleh : Uskup Yohanes Shojiro Ito
Diakui Vatikan : Belum diakui secara resmi
Para Abdi Ekaristi adalah sebuah komunitas religius sekulir di Yuzawadai, pinggiran kota Akita, yang dibentuk oleh Uskup Akita, Mgr Yohanes Shojiro Ito. Pada tanggal 12 Mei 1973 Sr Agnes Katsuko Sasagawa, yang pada waktu itu berusia 42 tahun, seorang pemeluk Budha yang baru beberapa tahun menjadi Katolik, bergabung sebagai novis di sana. Ketika masuk, Sr Agnes baru saja kehilangan pendengarannya dan sama sekali tuli tanpa dapat disembuhkan.
Peristiwa mukjizat pertama di Akita terjadi pada tanggal 12 Juni 1973, hanya satu bulan setelah Sr Agnes bergabung. Pada hari itu, ia sedang seorang diri saja di kapel biara. Saat ia sedang membuka pintu tabernakel, sekonyong-konyong memancarlah suatu cahaya kemilau dari tabernakel; serta-merta Sr Agnes merebahkan diri di lantai dan tetap dalam keadaan prostratio demikian hingga sekitar satu jam lamanya, takluk oleh suatu kekuatan yang mahadahsyat.
Pada tanggal 14 Juni 1973, Sr Agnes kembali melihat cahaya kemilau dari tabernakel, kali ini dilingkupi oleh suatu nyala api merah yang kuat, yang memancarkan berkas-berkas cahaya ke segala penjuru. Lagi, pada sore hari menjelang Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus tanggal 28 Juni, ia melihat cahaya kemilau dari tabernakel, kali ini tampak juga begitu banyak makhluk serupa para malaikat yang mengelilingi altar dalam sembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus. Keesokan harinya, yang adalah Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus, malaikat menampakkan diri sementara Sr Agnes hendak memulai berdoa rosario. Malaikat kemudian memintanya untuk menambahkan kata “sungguh” dalam doa yang disusun Uskup Ito bagi komunitas. Sejak saat itu, doa ditujukan kepada “Hati Yesus yang Mahakudus, yang SUNGGUH hadir dalam Ekaristi Kudus.” Peristiwa-peristiwa ini merupakan awal dari serangkaian peristiwa adikodrati yang berlangsung selama sembilan tahun lamanya dari tahun 1973 hingga tahun 1982.
Ketika diminta untuk menggambarkan malaikat pelindungnya, Sr Agnes menjawab, “wajahnya bulat, dengan ekspresi yang manis … seorang yang diliputi oleh suatu kemilau putih bagai salju ….” Malaikat pelindung mempercayakan banyak pesan kepadanya, kerapkali berdoa bersamanya, pula membimbing serta menasehatinya.
Sore hari pada Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus tanggal 28 Juni 1973, Sr Agnes mendapati suatu luka berbentuk salib muncul di telapak tangan kirinya. Luka ini menimbulkan rasa sakit yang luar biasa hingga Sr Agnes mengatakan, “Tak akan pernah aku dapat melupakan rasa sakit itu.” Pada tanggal 5 Juli 1973, suatu lubang kecil muncul di tengahnya darimana darah mulai memancar. Malaikat pelindungnya menampakkan diri dan membimbingnya untuk melakukan silih kepada Hati Yesus yang Mahakudus bagi dosa-dosanya dan bagi dosa-dosa segenap umat manusia.
Keesokan harinya, pada tanggal 6 Juli 1973, malaikat pelindung kembali menampakkan diri kepada Sr Agnes, “… Luka Bunda Maria jauh lebih dahsyat dan lebih menyengsarakan daripada lukamu. Marilah kita pergi berdoa bersama di kapel.” Setelah memasuki kapel, malaikat menghilang. Sr Agnes kemudian berpaling kepada patung Bunda Maria yang terletak di sisi kanan altar.
Patung ini, yang tingginya kira-kira tiga kaki, diukir dari sebatang kayu utuh yang kering dan keras tanpa sambungan, menggambarkan Santa Perawan Maria berdiri di depan sebuah salib, dengan kedua tangannya direntangkan ke arah bawah. Di bawah kaki patung, terdapat sebuah bola yang menggambarkan dunia. Saburo Wakasa, seorang pemahat Jepang beragama Budha, memahat patung ini sekitar tigapuluh tahun yang lalu dengan mempergunakan sehelai kartu bergambar “Bunda Segala Bangsa” sebagai model, sembari menambahkan profil wajah khas perempuan Jepang dalam patungnya.
Sr Agnes mengenang saat itu, “Aku merasa bahwa patung kayu itu menjadi hidup dan hendak berbicara kepadaku … Ia bermandikan cahaya yang cemerlang … dan pada saat yang sama, suatu suara yang merdu tak terperi menembusi telingaku yang sama sekali tuli.”
Bunda Maria berkata kepadanya, “Puteriku, novisku, engkau telah mentaatiku dengan baik dalam meninggalkan segala sesuatu demi mengikuti aku. Adakah cacat telingamu menyengsarakan? Ketulianmu akan disembuhkan, yakinlah. Adakah luka di tanganmu membuatmu menderita? Berdoalah demi silih bagi dosa-dosa umat manusia. Setiap orang dalam komunitas ini adalah puteri-puteriku yang tak tergantikan. Adakah engkau mendaraskan doa Para Abdi Ekaristi dengan baik? Jika demikian, marilah kita mendoakannya bersama.”
Kemudian Bunda Maria bersama Sr Agnes bersama-sama mendaraskan doa komunitas yang disusun Uskup Ito. Pada kata-kata “Yesus yang hadir dalam Ekaristi,” Maria mengatakan,“Mulai sekarang, kalian akan menambahkan SUNGGUH.” Bersama dengan malaikat yang muncul kembali, ketiganya mendaraskan doa persembahan diri kepada Hati Yesus yang Mahakudus, yang SUNGGUH hadir dalam Ekaristi,
“Hati Yesus yang Mahakudus, yang sungguh hadir dalam Ekaristi Kudus, aku persembahkan tubuh dan jiwaku untuk dipersatukan sepenuhnya dengan Hati-Mu, yang dikurbankan setiap saat di segenap altar-altar dunia dan yang mendatangkan kemuliaan bagi Bapa memohon datangnya Kerajaan-Nya.
Sudi terimalah persembahan diriku yang hina ini. Pakailah aku seturut kehendak-Mu demi kemuliaan Bapa dan keselamatan jiwa-jiwa.
Bunda Allah yang Tersuci, janganlah pernah biarkan aku terpisah dari Putra Ilahimu. Sudi belalah dan lindungilah aku sebagai Anak Kesayanganmu. Amin.”
Ketika doa selesai didaraskan, sebelum menghilang, Bunda Maria berpesan kepada Sr Agnes,
“Berdoalah banyak-banyak bagi Paus, para Uskup dan para Imam. Sejak pembaptisanmu, engkau telah senantiasa dengan setia berdoa bagi mereka. Teruslah berdoa banyak … banyak sekali. Katakanlah kepada superiormu segala yang terjadi hari ini dan taatilah dia dalam segala hal yang ia katakan kepadamu. Ia telah memintamu untuk berdoa dengan tekun.”
Keesokan paginya, ketika para biarawati berkumpul bersama untuk mendaraskan Laudes, mereka mendapati darah mengalir dari telapak tangan kanan patung dan juga luka berbentuk salib; di tengah luka terdapat sebuah lubang darimana darah memancar. Luka itu mirip benar dengan luka pada telapak tangan kiri Sr Agnes, hanya saja, karena patung itu kecil maka lukanya juga lebih kecil. Luka itu memancarkan darah pada setiap malam Jumat dan sepanjang hari Jumat, begitu juga luka di tangan Sr Agnes. Yang menarik, tetesan darah mengalir sepanjang tangan patung, yang terentang dan mengarah ke bawah, namun tetesan-tetesan darah itu tidak pernah jatuh dari tangan.
Rasa sakit yang diderita Sr Agnes terus berlanjut hingga pada suatu Jumat siang tanggal 27 Juli, menjadi begitu hebat nyaris tak tertahankan. Ia pergi ke kapel guna mendapatkan penghiburan dan prostratio dalam doa. Sejenak kemudian, ia mendengar suara malaikat pelindungnya, “Penderitaanmu akan berakhir hari ini.” Malaikat kemudian menghilang dan rasa sakit di tangannya lenyap seketika; lukanya telah sembuh sama sekali tanpa meninggalkan bekas sedikit pun.
Luka di tangan patung Bunda Maria tetap tinggal hingga kurang lebih dua bulan tiga minggu lamanya dan lenyap dengan sendirinya pada tanggal 29 September 1973.
Kemudian pada tanggal 3 Agustus 1973, Bunda Maria kembali menyampaikan pesan kepada Sr Agnes,
“Puteriku, novisku, apakah engkau mengasihi Tuhan? Jika engkau mengasihi Tuhan, dengarkanlah apa yang harus aku sampaikan kepadamu.”
“Sungguh teramat penting … Engkau akan menyampaikannya kepada superiormu.”
“Begitu banyak orang di dunia ini yang menyakiti Tuhan. Aku menghendaki jiwa-jiwa menghibur-Nya demi meredakan murka Bapa Surgawi. Aku berharap, bersama Putraku, akan jiwa-jiwa yang akan menyilih dengan penderitaan dan kemiskinan mereka bagi orang-orang berdosa dan orang-orang yang tak tahu berterima kasih.”
“Agar dunia sadar akan murka-Nya, Bapa Surgawi bersiap untuk mendatangkan suatu penghukuman besar atas umat manusia. Bersama Putraku, aku telah begitu banyak kali campur tangan demi meredakan murka Bapa. Aku menghalangi datangnya malapetaka dengan mempersembahkan kepada-Nya sengsara Putra di Salib, Darah-Nya yang Mahasuci, dan jiwa-jiwa terkasih yang menghibur-Nya, yang membentuk suatu himpunan jiwa-jiwa yang berkurban. Doa, penitensi dan kurban-kurban yang gagah berani dapat meredakan murka Bapa. Aku menghendaki ini juga dari komunitas kalian … agar ia mencintai kemiskinan, agar ia menguduskan diri dan berdoa demi silih bagi rasa tidak tahu terima kasih dan kekejian begitu banyak orang.”
“Daraskanlah doa Para Abdi Ekaristi dengan pemahaman penuh akan maknanya; amalkanlah; persembahkanlah demi silih (apapun yang Tuhan kirimkan) bagi dosa-dosa. Biarlah tiap-tiap orang berjuang menurut kapasitas dan posisi masing-masing, untuk mempersembahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.”
“Bahkan dalam suatu biara sekulir pun doa diperlukan. Jiwa-jiwa yang rindu berdoa sudah berada di jalan bersatu bersama. Tanpa terlalu terikat pada bentuk, setialah dan bertekunlah dalam doa demi menghibur sang Tuan.”
Setelah hening sejenak:
“Adakah yang engkau pikirkan dalam hatimu itu benar? Adakah engkau sungguh memutuskan untuk menjadi batu yang dibuang? Novisku, engkau secara terus terang rindu untuk menjadi milik Kristus, menjadi mempelai yang pantas bagi sang Mempelai, engkau berkaul dengan sadar sepenuhnya bahwa engkau harus tergantung pada Salib dengan tiga paku. Ketiga paku ini adalah kemiskinan, kemurnian dan ketaatan. Dari ketiga itu, ketaatan adalah fondasinya. Dalam penyerahan diri secara total, berikanlah dirimu dibimbing oleh superiormu. Ia akan tahu bagaimana memahamimu dan mengarahkanmu.”
Setelah itu pada ibadat sore tanggal 29 September 1973, seluruh komunitas melihat suatu cahaya cemerlang yang berasal dari patung. Seketika itu juga sekujur tubuh patung diliputi oleh suatu embun serupa keringat. Malaikat pelindung berkata kepada Sr Agnes, “Bunda Maria bahkan terlebih sedih lagi daripada ketika ia mengucurkan darah. Keringkanlah keringatnya.” Dari “keringat” Bunda Maria ini tercium bau harum mewangi. Para biarawati mempergunakan gumpalan-gumpalan kapas untuk menyeka keringat. Cahaya kemilau yang meliputi patung pun perlahan-lahan lenyap.
Pada hari Sabtu, 13 Oktober 1973, pada hari peringatan penampakan terakhir di Fatima, patung mulai memancarkan bau harum surgawi itu. Sr Agnes berlutut, mengambil rosario dan menandai diri dengan Tanda Salib. Sekonyong-konyong, dengan telinganya yang tuli, ia mendengar suatu suara nan merdu tak terperi yang berasal dari patung.”
“Puteriku terkasih, dengarkanlah dengan seksama apa yang harus kusampaikan kepadamu. Engkau akan menyampaikannya kepada superiormu.”
Setelah hening sejenak:
“Seperti telah kukatakan kepadamu, jika manusia tidak bertobat dan memperbaiki diri, Bapa akan mendatangkan suatu penghukuman yang ngeri atas segenap umat manusia. Suatu penghukuman yang lebih dahsyat dari air bah, seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya. Api akan jatuh dari langit dan akan membinasakan sebagian besar umat manusia, yang baik maupun yang jahat, tanpa mengecualikan baik para imam maupun umat beriman. Mereka yang selamat akan mendapati diri begitu putus asa hingga mereka akan iri pada yang tewas. Satu-satunya senjata yang akan tetap ada padamu adalah Rosario dan Tanda yang ditinggalkan oleh Putraku. Setiap hari daraskanlah rosario. Dengan rosario, berdoalah bagi Paus, para Uskup dan para Imam.”
“Karya setan akan merembes bahkan ke dalam Gereja begitu rupa hingga orang akan melihat kardinal melawan kardinal, uskup melawan uskup. Para imam yang menghormatiku akan dicemooh dan ditentang oleh rekan-rekan mereka … gereja-gereja dan altar-altar dihancurkan; Gereja akan dipenuhi dengan mereka yang menerima kompromi dan iblis akan menekan banyak imam dan jiwa-jiwa yang dipersembahkan bagi Tuhan agar mereka meninggalkan pelayanan bagi Tuhan.”
“Setan akan tanpa ampun khususnya dalam melawan jiwa-jiwa yang dipersembahkan bagi Tuhan. Pemikiran akan hilangnya begitu banyak jiwa adalah penyebab kesedihanku. Jika dosa meningkat dalam jumlah dan dalam kekejiannya, tidak akan ada lagi ampun bagi mereka.”
“Dengan gagah berani, sampaikanlah kepada superiormu. Ia akan tahu bagaimana mendorong masing-masing kalian untuk berdoa dan melakukan tindak silih.”
“Ialah Uskup Ito, yang akan membimbing komunitas kalian.”
Santa Perawan tersenyum dan lalu melanjutkan,
“Apakah masih ada sesuatu yang hendak engkau tanyakan? Hari ini adalah yang terakhir kalinya aku berbicara kepadamu dalam suara yang hidup. Sejak saat ini engkau akan taat kepada dia yang diutus kepadamu dan kepada superiormu.”
“Berdoalah rosario banyak-banyak. Aku sendiri masih dapat menyelamatkan kalian dari malapetaka yang akan datang. Mereka yang mempercayakan dirinya kepadaku akan diselamatkan.”
Menjelang akhir Mei 1974, suatu fenomena lain terjadi. Sementara gaun dan rambut patung tetap tampak sebagai kayu alami, tetapi wajah, kedua tangan dan kaki Bunda Maria berubah warna menjadi gelap, coklat kemerah-merahan. Delapan tahun kemudian, ketika sang pemahat datang untuk melihat patung ukirannya, tak mampu ia menyembunyikan rasa terkejutnya. Hanya bagian-bagian tubuh Santa Perawan yang kelihatan saja yang berubah warna, dan bahkan wajahnya pun telah berubah ekspresi.
Patung Bunda Maria mulai meneteskan airmata untuk pertama kalinya pada pagi hari Sabtu, tanggal 4 Januari 1975. Pada siang dan sore hari yang sama, patung kembali meneteskan airmata untuk kedua dan ketiga kalinya. Dalam jangka waktu 6 tahun 8 bulan, dari waktu ke waktu patung Bunda Maria meneteskan airmata; terakhir kalinya, yang ke-101 kalinya terjadi pada tanggal 15 September 1981, pada peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita.
Tigabelas hari sesudahnya, pada tanggal 28 September, Sr Agnes merasakan kehadiran malaikat di sampingnya, di depan Sakramen Mahakudus yang ditahtakan, pada saat doa hening sesudah pendarasan rosario bersama oleh para biarawati di kapel. Ketika itu Sr Agnes tidak melihat sosok sang malaikat, melainkan muncul di hadapannya suatu penglihatan misterius akan sebuah Kitab Suci yang agung dan mulia, yang dilingkupi oleh suatu cahaya surgawi. Malaikat memintanya untuk membaca suatu ayat dalam Kitab Suci. Dari halaman Kitab Suci yang terbuka, Sr Agnes dapat melihat referensinya - Kitab Kejadian bab 3 ayat 15. Kemudian ia mendengar suara malaikat yang mengatakan, sebagai pengantar, bahwa terdapat suatu hubungan yang luar biasa antara ayat ini dan Santa Perawan Maria yang menangis.
Malaikat selanjutnya mengatakan, “Terdapat suatu makna luar biasa dalam angka 101 dari patung Bunda Maria yang menangis sebanyak seratus satu kali. Hal ini menyatakan bahwa dosa masuk ke dalam dunia melalui seorang perempuan dan, demikian pula, melalui seorang perempuan rahmat keselamatan masuk ke dalam dunia. Angka nol, yang ada di antara dua “satu,” melambangkan Tuhan yang ada sepanjang kekekalan masa. “satu” yang pertama mewakili Hawa, dan “satu” yang terakhir mewakili Bunda Maria yang kudus.”
Kemudian malaikat meminta Sr Agnes untuk membaca kembali Kitab Kejadian bab 3 ayat 15, dan mengatakan, “Haruslah engkau menyampaikan pesan ini kepada imam Katolik yang memberikan bimbingan rohani kepadamu.” Lalu malaikat meninggalkannya. Pada saat yang sama, penglihatan akan Kitab Suci pun lenyap.
Segera sesudah adorasi Sakramen Mahakudus, Sr Agnes bergegas menemui P Thomas Teiji Yasuda SVD, pembimbing rohani Sr Agnes Sasagawa (beliau ditunjuk sebagai pembimbing rohani biara di Akita oleh Uskup Ito pada tahun 1974 - setahun sebelum patung Bunda Maria menangis). Imam membuka Kitab Suci dan mendapati ayat yang mencatat pemakluman nubuat Tuhan kepada setan, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”
Berikut penjelasan P Teiji Yasuda, “Adalah karena pesan malaikat, yang mengutip Kitab Kejadian bab 3 ayat 15, maka makna luar biasa dari airmata Bunda Maria disingkapkan. Ini berarti bahwa airmata patung Bunda Maria berasal dari tujuan ilahi guna mengarahkan perhatian segenap umat Katolik Roma pada sengsara Maria di kaki Salib sebagai Coredemptrix (= Penebus Serta). Airmata mukjizat diciptakan Tuhan demi mengajarkan kepada seluruh Gereja Katolik Roma bahwa Bunda yang kudus menderita sengsara dan mencucurkan airmata sebagai Bunda Yesus Kristus di tengah peran agung keikutsertaannya dalam penebusan, ketika ia memberikan persetujuan penuh atas persembahan kurban Putranya …. St Paulus memperbandingkan Adam yang baru, Yesus Kristus, sang Penebus, dengan Adam yang lama, seorang pendosa. Dalam pesan Akita pada tahun 1981, Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk menyingkapkan perbedaan menyolok antara Hawa yang lama, yang mencobai Adam untuk berdosa, dan Hawa yang baru, Bunda Maria kita yang kudus, yang melahirkan sang Juruselamat. Seratus satu kali patung menangis menunjukkan kebenaran ini, bahwa Tuhan mempersatukan Maria sebagai bagian yang tak terpisahkan dari karya Penebusan-Nya, dari sejak kekekalan masa.”
Keotentikan kuasa adikodrati dari airmata yang mengalir dari patung Bunda Maria didukung serta diperkuat oleh dua mukjizat obyektif berikut.
Ny Teresa Chun Sun Ho, seorang ibu rumah tangga Korea Selatan, divonis menderita kanker otak pada tahun 1981. Kesehatannya semakin memburuk hingga ia jatuh koma dalam keadaan vegetatif. Keluarga, sanak saudara dan sahabat memohon dengan sangat kepada Santa Perawan Maria dari Akita demi kesembuhannya, dengan menempatkan selembar foto patung Bunda Maria yang menangis di samping bantalnya. Pada tanggal 4 Agustus, tengah malam, sementara Ny Teresa Chun masih dalam keadaan koma, Bunda Maria menampakkan diri kepadanya dalam suatu penglihatan; ia tampak persis sama seperti di Akita. Teresa disembuhkan sama sekali dari penyakitnya. Berikut kesaksian Ny Teresa Chun, “Bunda Maria yang kudus dari Akita, yang membopong seekor anak domba putih dalam gendongannya, menampakkan diri kepadaku, ketika aku masih tergolek tak berdaya di pembaringan, dan menghembusi dahiku sebanyak tiga kali. Aku melihat bulu anak domba bergerak dan bergoyang-goyang karena kuatnya hembusan Bunda Tersuci.” Mukjizat ini diakui kebenarannya oleh Dr Gil Song Lee dalam suatu sertifikat kesehatan yang kemudian dikirimkan ke Tahta Suci.
Mukjizat kesembuhan yang kedua adalah dipulihkannya Sr Agnes dari ketulian pada tahun 1982. Sr Agnes kehilangan pendengarannya pada tanggal 16 Maret 1973. Ketika bergabung dalam komunitas, ia sama sekali tuli tanpa dapat disembuhkan. Sr Agnes dapat berbicara dan dapat memahami pembicaraan lewat gerakan bibir lawan bicaranya. Pada tanggal 18 Mei 1974, malaikat pelindung mengatakan kepadanya, “Telingamu akan dibuka pada bulan Oktober. Engkau akan dapat mendengar kembali. Engkau akan disembuhkan….” Pada tanggal 13 Oktober 1974, tepat seperti yang telah dinubuatkan malaikat pelindungnya, Sr Agnes untuk sementara waktu memperoleh kembali pendengarannya. Ia menjadi tuli kembali pada tanggal 7 Maret 1975. Pada Hari Raya Kabar Sukacita 1982, ia diberitahu bahwa segera ketuliannya akan “secara definitif disembuhkan agar karya Yang Mahatinggi digenapi.” Tahun yang sama, pada perayaan St Yosef Pekerja, malaikat memaklumkan kepada Sr Agnes “telingamu akan secara definitif disembuhkan pada bulan ini yang dipersembahkan kepada Bunda Maria. Telingamu akan disembuhkan, untuk terakhir kalinya, oleh Dia yang sungguh hadir dalam Ekaristi.” Kedua mukjizat penyembuhan ini terjadi tepat pada saat Pujian kepada Sakramen Mahakudus. Berikut seperti ditulis P Teiji Yasuda SVD.
“Sembilan tahun telah berlalu sejak ia kehilangan pendengarannya pada tahun 1973. Pada tanggal 30 Mei, pada Hari Raya Pentakosta, ia disembuhkan secara ajaib saat ia menerima berkat dari Sakramen Mahakudus dalam monstrans yang saya unjukkan dalam sembah sujud Ekaristi di kapel. Begitu berkat Sakramen Mahakudus diberikan, Sr Agnes mendengar lonceng adorasi yang dibunyikan oleh seorang biarawati. Mukjizat kesembuhan ini disahkan dalam suatu sertifikat kesehatan yang dikeluarkan oleh Dr Tatsuhiko Arai dari Rumah Sakit Palang Merah Akita.”
Peristiwa yang sungguh indah ini mengakhiri untuk selama-lamanya penampakan-penampakan, pesan-pesan dan peristiwa-peristiwa ajaib di Akita, yang seringkali disebut sebagai Fatima dari Timur.
Uskup Yohanes Ito mengatur agar Profesor Sagisaka, M.D., seorang non-Kristiani, seorang ahli dalam bidang forensik, untuk melakukan penelitian ilmiah yang cermat serta seksama atas ketiga cairan, tanpa menyebutkan apa dan darimana cairan itu berasal. Hasilnya adalah, “Materia yang menempel pada kain kasa adalah darah manusia. Keringat dan airmata yang terkandung dalam dua gumpalan kapas berasal dari manusia.”
Pada tanggal 22 April 1984, Uskup Yohanes Shojiro Ito, ordinaris keuskupan di mana penampakan Bunda Maria terjadi, menerbitkan sepucuk surat pastoral di mana ia mengesahkan penghormatan kepada Bunda Tersuci dari Akita. Dalam surat pastoral tersebut, Uskup Ito memaklumkan keotentikan adikodrati dari ketiga pesan Bunda Maria, pesan-pesan malaikat dan peristiwa-peristiwa adikodrati lainnya yang terjadi atas seorang biarawati Jepang sejak 1973 di sebuah biara di Akita, Jepang Utara, yang ada dalam wilayah keuskupannya. Empat tahun kemudian, pada tanggal 20 Juni 1988, dalam kunjungan Uskup Ito ke Roma, Kardinal Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI), sebagai Prefek Kongregasi Ajaran Iman memberikan persetujuan atas isi surat pastoral Bapa Uskup.
Peristiwa mukjizat pertama di Akita terjadi pada tanggal 12 Juni 1973, hanya satu bulan setelah Sr Agnes bergabung. Pada hari itu, ia sedang seorang diri saja di kapel biara. Saat ia sedang membuka pintu tabernakel, sekonyong-konyong memancarlah suatu cahaya kemilau dari tabernakel; serta-merta Sr Agnes merebahkan diri di lantai dan tetap dalam keadaan prostratio demikian hingga sekitar satu jam lamanya, takluk oleh suatu kekuatan yang mahadahsyat.
Pada tanggal 14 Juni 1973, Sr Agnes kembali melihat cahaya kemilau dari tabernakel, kali ini dilingkupi oleh suatu nyala api merah yang kuat, yang memancarkan berkas-berkas cahaya ke segala penjuru. Lagi, pada sore hari menjelang Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus tanggal 28 Juni, ia melihat cahaya kemilau dari tabernakel, kali ini tampak juga begitu banyak makhluk serupa para malaikat yang mengelilingi altar dalam sembah sujud di hadapan Sakramen Mahakudus. Keesokan harinya, yang adalah Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus, malaikat menampakkan diri sementara Sr Agnes hendak memulai berdoa rosario. Malaikat kemudian memintanya untuk menambahkan kata “sungguh” dalam doa yang disusun Uskup Ito bagi komunitas. Sejak saat itu, doa ditujukan kepada “Hati Yesus yang Mahakudus, yang SUNGGUH hadir dalam Ekaristi Kudus.” Peristiwa-peristiwa ini merupakan awal dari serangkaian peristiwa adikodrati yang berlangsung selama sembilan tahun lamanya dari tahun 1973 hingga tahun 1982.
Ketika diminta untuk menggambarkan malaikat pelindungnya, Sr Agnes menjawab, “wajahnya bulat, dengan ekspresi yang manis … seorang yang diliputi oleh suatu kemilau putih bagai salju ….” Malaikat pelindung mempercayakan banyak pesan kepadanya, kerapkali berdoa bersamanya, pula membimbing serta menasehatinya.
Sore hari pada Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus tanggal 28 Juni 1973, Sr Agnes mendapati suatu luka berbentuk salib muncul di telapak tangan kirinya. Luka ini menimbulkan rasa sakit yang luar biasa hingga Sr Agnes mengatakan, “Tak akan pernah aku dapat melupakan rasa sakit itu.” Pada tanggal 5 Juli 1973, suatu lubang kecil muncul di tengahnya darimana darah mulai memancar. Malaikat pelindungnya menampakkan diri dan membimbingnya untuk melakukan silih kepada Hati Yesus yang Mahakudus bagi dosa-dosanya dan bagi dosa-dosa segenap umat manusia.
Sr Agnes Katsuko Sasagawa |
Patung ini, yang tingginya kira-kira tiga kaki, diukir dari sebatang kayu utuh yang kering dan keras tanpa sambungan, menggambarkan Santa Perawan Maria berdiri di depan sebuah salib, dengan kedua tangannya direntangkan ke arah bawah. Di bawah kaki patung, terdapat sebuah bola yang menggambarkan dunia. Saburo Wakasa, seorang pemahat Jepang beragama Budha, memahat patung ini sekitar tigapuluh tahun yang lalu dengan mempergunakan sehelai kartu bergambar “Bunda Segala Bangsa” sebagai model, sembari menambahkan profil wajah khas perempuan Jepang dalam patungnya.
Sr Agnes mengenang saat itu, “Aku merasa bahwa patung kayu itu menjadi hidup dan hendak berbicara kepadaku … Ia bermandikan cahaya yang cemerlang … dan pada saat yang sama, suatu suara yang merdu tak terperi menembusi telingaku yang sama sekali tuli.”
Bunda Maria berkata kepadanya, “Puteriku, novisku, engkau telah mentaatiku dengan baik dalam meninggalkan segala sesuatu demi mengikuti aku. Adakah cacat telingamu menyengsarakan? Ketulianmu akan disembuhkan, yakinlah. Adakah luka di tanganmu membuatmu menderita? Berdoalah demi silih bagi dosa-dosa umat manusia. Setiap orang dalam komunitas ini adalah puteri-puteriku yang tak tergantikan. Adakah engkau mendaraskan doa Para Abdi Ekaristi dengan baik? Jika demikian, marilah kita mendoakannya bersama.”
Kemudian Bunda Maria bersama Sr Agnes bersama-sama mendaraskan doa komunitas yang disusun Uskup Ito. Pada kata-kata “Yesus yang hadir dalam Ekaristi,” Maria mengatakan,“Mulai sekarang, kalian akan menambahkan SUNGGUH.” Bersama dengan malaikat yang muncul kembali, ketiganya mendaraskan doa persembahan diri kepada Hati Yesus yang Mahakudus, yang SUNGGUH hadir dalam Ekaristi,
“Hati Yesus yang Mahakudus, yang sungguh hadir dalam Ekaristi Kudus, aku persembahkan tubuh dan jiwaku untuk dipersatukan sepenuhnya dengan Hati-Mu, yang dikurbankan setiap saat di segenap altar-altar dunia dan yang mendatangkan kemuliaan bagi Bapa memohon datangnya Kerajaan-Nya.
Sudi terimalah persembahan diriku yang hina ini. Pakailah aku seturut kehendak-Mu demi kemuliaan Bapa dan keselamatan jiwa-jiwa.
Bunda Allah yang Tersuci, janganlah pernah biarkan aku terpisah dari Putra Ilahimu. Sudi belalah dan lindungilah aku sebagai Anak Kesayanganmu. Amin.”
Ketika doa selesai didaraskan, sebelum menghilang, Bunda Maria berpesan kepada Sr Agnes,
“Berdoalah banyak-banyak bagi Paus, para Uskup dan para Imam. Sejak pembaptisanmu, engkau telah senantiasa dengan setia berdoa bagi mereka. Teruslah berdoa banyak … banyak sekali. Katakanlah kepada superiormu segala yang terjadi hari ini dan taatilah dia dalam segala hal yang ia katakan kepadamu. Ia telah memintamu untuk berdoa dengan tekun.”
Keesokan paginya, ketika para biarawati berkumpul bersama untuk mendaraskan Laudes, mereka mendapati darah mengalir dari telapak tangan kanan patung dan juga luka berbentuk salib; di tengah luka terdapat sebuah lubang darimana darah memancar. Luka itu mirip benar dengan luka pada telapak tangan kiri Sr Agnes, hanya saja, karena patung itu kecil maka lukanya juga lebih kecil. Luka itu memancarkan darah pada setiap malam Jumat dan sepanjang hari Jumat, begitu juga luka di tangan Sr Agnes. Yang menarik, tetesan darah mengalir sepanjang tangan patung, yang terentang dan mengarah ke bawah, namun tetesan-tetesan darah itu tidak pernah jatuh dari tangan.
Rasa sakit yang diderita Sr Agnes terus berlanjut hingga pada suatu Jumat siang tanggal 27 Juli, menjadi begitu hebat nyaris tak tertahankan. Ia pergi ke kapel guna mendapatkan penghiburan dan prostratio dalam doa. Sejenak kemudian, ia mendengar suara malaikat pelindungnya, “Penderitaanmu akan berakhir hari ini.” Malaikat kemudian menghilang dan rasa sakit di tangannya lenyap seketika; lukanya telah sembuh sama sekali tanpa meninggalkan bekas sedikit pun.
Luka di tangan patung Bunda Maria tetap tinggal hingga kurang lebih dua bulan tiga minggu lamanya dan lenyap dengan sendirinya pada tanggal 29 September 1973.
Kemudian pada tanggal 3 Agustus 1973, Bunda Maria kembali menyampaikan pesan kepada Sr Agnes,
“Puteriku, novisku, apakah engkau mengasihi Tuhan? Jika engkau mengasihi Tuhan, dengarkanlah apa yang harus aku sampaikan kepadamu.”
“Sungguh teramat penting … Engkau akan menyampaikannya kepada superiormu.”
“Begitu banyak orang di dunia ini yang menyakiti Tuhan. Aku menghendaki jiwa-jiwa menghibur-Nya demi meredakan murka Bapa Surgawi. Aku berharap, bersama Putraku, akan jiwa-jiwa yang akan menyilih dengan penderitaan dan kemiskinan mereka bagi orang-orang berdosa dan orang-orang yang tak tahu berterima kasih.”
“Agar dunia sadar akan murka-Nya, Bapa Surgawi bersiap untuk mendatangkan suatu penghukuman besar atas umat manusia. Bersama Putraku, aku telah begitu banyak kali campur tangan demi meredakan murka Bapa. Aku menghalangi datangnya malapetaka dengan mempersembahkan kepada-Nya sengsara Putra di Salib, Darah-Nya yang Mahasuci, dan jiwa-jiwa terkasih yang menghibur-Nya, yang membentuk suatu himpunan jiwa-jiwa yang berkurban. Doa, penitensi dan kurban-kurban yang gagah berani dapat meredakan murka Bapa. Aku menghendaki ini juga dari komunitas kalian … agar ia mencintai kemiskinan, agar ia menguduskan diri dan berdoa demi silih bagi rasa tidak tahu terima kasih dan kekejian begitu banyak orang.”
“Daraskanlah doa Para Abdi Ekaristi dengan pemahaman penuh akan maknanya; amalkanlah; persembahkanlah demi silih (apapun yang Tuhan kirimkan) bagi dosa-dosa. Biarlah tiap-tiap orang berjuang menurut kapasitas dan posisi masing-masing, untuk mempersembahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.”
“Bahkan dalam suatu biara sekulir pun doa diperlukan. Jiwa-jiwa yang rindu berdoa sudah berada di jalan bersatu bersama. Tanpa terlalu terikat pada bentuk, setialah dan bertekunlah dalam doa demi menghibur sang Tuan.”
Setelah hening sejenak:
“Adakah yang engkau pikirkan dalam hatimu itu benar? Adakah engkau sungguh memutuskan untuk menjadi batu yang dibuang? Novisku, engkau secara terus terang rindu untuk menjadi milik Kristus, menjadi mempelai yang pantas bagi sang Mempelai, engkau berkaul dengan sadar sepenuhnya bahwa engkau harus tergantung pada Salib dengan tiga paku. Ketiga paku ini adalah kemiskinan, kemurnian dan ketaatan. Dari ketiga itu, ketaatan adalah fondasinya. Dalam penyerahan diri secara total, berikanlah dirimu dibimbing oleh superiormu. Ia akan tahu bagaimana memahamimu dan mengarahkanmu.”
Setelah itu pada ibadat sore tanggal 29 September 1973, seluruh komunitas melihat suatu cahaya cemerlang yang berasal dari patung. Seketika itu juga sekujur tubuh patung diliputi oleh suatu embun serupa keringat. Malaikat pelindung berkata kepada Sr Agnes, “Bunda Maria bahkan terlebih sedih lagi daripada ketika ia mengucurkan darah. Keringkanlah keringatnya.” Dari “keringat” Bunda Maria ini tercium bau harum mewangi. Para biarawati mempergunakan gumpalan-gumpalan kapas untuk menyeka keringat. Cahaya kemilau yang meliputi patung pun perlahan-lahan lenyap.
Pada hari Sabtu, 13 Oktober 1973, pada hari peringatan penampakan terakhir di Fatima, patung mulai memancarkan bau harum surgawi itu. Sr Agnes berlutut, mengambil rosario dan menandai diri dengan Tanda Salib. Sekonyong-konyong, dengan telinganya yang tuli, ia mendengar suatu suara nan merdu tak terperi yang berasal dari patung.”
“Puteriku terkasih, dengarkanlah dengan seksama apa yang harus kusampaikan kepadamu. Engkau akan menyampaikannya kepada superiormu.”
Setelah hening sejenak:
“Seperti telah kukatakan kepadamu, jika manusia tidak bertobat dan memperbaiki diri, Bapa akan mendatangkan suatu penghukuman yang ngeri atas segenap umat manusia. Suatu penghukuman yang lebih dahsyat dari air bah, seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya. Api akan jatuh dari langit dan akan membinasakan sebagian besar umat manusia, yang baik maupun yang jahat, tanpa mengecualikan baik para imam maupun umat beriman. Mereka yang selamat akan mendapati diri begitu putus asa hingga mereka akan iri pada yang tewas. Satu-satunya senjata yang akan tetap ada padamu adalah Rosario dan Tanda yang ditinggalkan oleh Putraku. Setiap hari daraskanlah rosario. Dengan rosario, berdoalah bagi Paus, para Uskup dan para Imam.”
“Karya setan akan merembes bahkan ke dalam Gereja begitu rupa hingga orang akan melihat kardinal melawan kardinal, uskup melawan uskup. Para imam yang menghormatiku akan dicemooh dan ditentang oleh rekan-rekan mereka … gereja-gereja dan altar-altar dihancurkan; Gereja akan dipenuhi dengan mereka yang menerima kompromi dan iblis akan menekan banyak imam dan jiwa-jiwa yang dipersembahkan bagi Tuhan agar mereka meninggalkan pelayanan bagi Tuhan.”
“Setan akan tanpa ampun khususnya dalam melawan jiwa-jiwa yang dipersembahkan bagi Tuhan. Pemikiran akan hilangnya begitu banyak jiwa adalah penyebab kesedihanku. Jika dosa meningkat dalam jumlah dan dalam kekejiannya, tidak akan ada lagi ampun bagi mereka.”
“Dengan gagah berani, sampaikanlah kepada superiormu. Ia akan tahu bagaimana mendorong masing-masing kalian untuk berdoa dan melakukan tindak silih.”
“Ialah Uskup Ito, yang akan membimbing komunitas kalian.”
Santa Perawan tersenyum dan lalu melanjutkan,
“Apakah masih ada sesuatu yang hendak engkau tanyakan? Hari ini adalah yang terakhir kalinya aku berbicara kepadamu dalam suara yang hidup. Sejak saat ini engkau akan taat kepada dia yang diutus kepadamu dan kepada superiormu.”
“Berdoalah rosario banyak-banyak. Aku sendiri masih dapat menyelamatkan kalian dari malapetaka yang akan datang. Mereka yang mempercayakan dirinya kepadaku akan diselamatkan.”
Menjelang akhir Mei 1974, suatu fenomena lain terjadi. Sementara gaun dan rambut patung tetap tampak sebagai kayu alami, tetapi wajah, kedua tangan dan kaki Bunda Maria berubah warna menjadi gelap, coklat kemerah-merahan. Delapan tahun kemudian, ketika sang pemahat datang untuk melihat patung ukirannya, tak mampu ia menyembunyikan rasa terkejutnya. Hanya bagian-bagian tubuh Santa Perawan yang kelihatan saja yang berubah warna, dan bahkan wajahnya pun telah berubah ekspresi.
Patung Bunda Maria mulai meneteskan airmata untuk pertama kalinya pada pagi hari Sabtu, tanggal 4 Januari 1975. Pada siang dan sore hari yang sama, patung kembali meneteskan airmata untuk kedua dan ketiga kalinya. Dalam jangka waktu 6 tahun 8 bulan, dari waktu ke waktu patung Bunda Maria meneteskan airmata; terakhir kalinya, yang ke-101 kalinya terjadi pada tanggal 15 September 1981, pada peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita.
Tigabelas hari sesudahnya, pada tanggal 28 September, Sr Agnes merasakan kehadiran malaikat di sampingnya, di depan Sakramen Mahakudus yang ditahtakan, pada saat doa hening sesudah pendarasan rosario bersama oleh para biarawati di kapel. Ketika itu Sr Agnes tidak melihat sosok sang malaikat, melainkan muncul di hadapannya suatu penglihatan misterius akan sebuah Kitab Suci yang agung dan mulia, yang dilingkupi oleh suatu cahaya surgawi. Malaikat memintanya untuk membaca suatu ayat dalam Kitab Suci. Dari halaman Kitab Suci yang terbuka, Sr Agnes dapat melihat referensinya - Kitab Kejadian bab 3 ayat 15. Kemudian ia mendengar suara malaikat yang mengatakan, sebagai pengantar, bahwa terdapat suatu hubungan yang luar biasa antara ayat ini dan Santa Perawan Maria yang menangis.
Malaikat selanjutnya mengatakan, “Terdapat suatu makna luar biasa dalam angka 101 dari patung Bunda Maria yang menangis sebanyak seratus satu kali. Hal ini menyatakan bahwa dosa masuk ke dalam dunia melalui seorang perempuan dan, demikian pula, melalui seorang perempuan rahmat keselamatan masuk ke dalam dunia. Angka nol, yang ada di antara dua “satu,” melambangkan Tuhan yang ada sepanjang kekekalan masa. “satu” yang pertama mewakili Hawa, dan “satu” yang terakhir mewakili Bunda Maria yang kudus.”
Kemudian malaikat meminta Sr Agnes untuk membaca kembali Kitab Kejadian bab 3 ayat 15, dan mengatakan, “Haruslah engkau menyampaikan pesan ini kepada imam Katolik yang memberikan bimbingan rohani kepadamu.” Lalu malaikat meninggalkannya. Pada saat yang sama, penglihatan akan Kitab Suci pun lenyap.
Kapel Santa Perawan Maria dari Akita, Jepang |
Berikut penjelasan P Teiji Yasuda, “Adalah karena pesan malaikat, yang mengutip Kitab Kejadian bab 3 ayat 15, maka makna luar biasa dari airmata Bunda Maria disingkapkan. Ini berarti bahwa airmata patung Bunda Maria berasal dari tujuan ilahi guna mengarahkan perhatian segenap umat Katolik Roma pada sengsara Maria di kaki Salib sebagai Coredemptrix (= Penebus Serta). Airmata mukjizat diciptakan Tuhan demi mengajarkan kepada seluruh Gereja Katolik Roma bahwa Bunda yang kudus menderita sengsara dan mencucurkan airmata sebagai Bunda Yesus Kristus di tengah peran agung keikutsertaannya dalam penebusan, ketika ia memberikan persetujuan penuh atas persembahan kurban Putranya …. St Paulus memperbandingkan Adam yang baru, Yesus Kristus, sang Penebus, dengan Adam yang lama, seorang pendosa. Dalam pesan Akita pada tahun 1981, Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk menyingkapkan perbedaan menyolok antara Hawa yang lama, yang mencobai Adam untuk berdosa, dan Hawa yang baru, Bunda Maria kita yang kudus, yang melahirkan sang Juruselamat. Seratus satu kali patung menangis menunjukkan kebenaran ini, bahwa Tuhan mempersatukan Maria sebagai bagian yang tak terpisahkan dari karya Penebusan-Nya, dari sejak kekekalan masa.”
Keotentikan kuasa adikodrati dari airmata yang mengalir dari patung Bunda Maria didukung serta diperkuat oleh dua mukjizat obyektif berikut.
Ny Teresa Chun Sun Ho, seorang ibu rumah tangga Korea Selatan, divonis menderita kanker otak pada tahun 1981. Kesehatannya semakin memburuk hingga ia jatuh koma dalam keadaan vegetatif. Keluarga, sanak saudara dan sahabat memohon dengan sangat kepada Santa Perawan Maria dari Akita demi kesembuhannya, dengan menempatkan selembar foto patung Bunda Maria yang menangis di samping bantalnya. Pada tanggal 4 Agustus, tengah malam, sementara Ny Teresa Chun masih dalam keadaan koma, Bunda Maria menampakkan diri kepadanya dalam suatu penglihatan; ia tampak persis sama seperti di Akita. Teresa disembuhkan sama sekali dari penyakitnya. Berikut kesaksian Ny Teresa Chun, “Bunda Maria yang kudus dari Akita, yang membopong seekor anak domba putih dalam gendongannya, menampakkan diri kepadaku, ketika aku masih tergolek tak berdaya di pembaringan, dan menghembusi dahiku sebanyak tiga kali. Aku melihat bulu anak domba bergerak dan bergoyang-goyang karena kuatnya hembusan Bunda Tersuci.” Mukjizat ini diakui kebenarannya oleh Dr Gil Song Lee dalam suatu sertifikat kesehatan yang kemudian dikirimkan ke Tahta Suci.
Mukjizat kesembuhan yang kedua adalah dipulihkannya Sr Agnes dari ketulian pada tahun 1982. Sr Agnes kehilangan pendengarannya pada tanggal 16 Maret 1973. Ketika bergabung dalam komunitas, ia sama sekali tuli tanpa dapat disembuhkan. Sr Agnes dapat berbicara dan dapat memahami pembicaraan lewat gerakan bibir lawan bicaranya. Pada tanggal 18 Mei 1974, malaikat pelindung mengatakan kepadanya, “Telingamu akan dibuka pada bulan Oktober. Engkau akan dapat mendengar kembali. Engkau akan disembuhkan….” Pada tanggal 13 Oktober 1974, tepat seperti yang telah dinubuatkan malaikat pelindungnya, Sr Agnes untuk sementara waktu memperoleh kembali pendengarannya. Ia menjadi tuli kembali pada tanggal 7 Maret 1975. Pada Hari Raya Kabar Sukacita 1982, ia diberitahu bahwa segera ketuliannya akan “secara definitif disembuhkan agar karya Yang Mahatinggi digenapi.” Tahun yang sama, pada perayaan St Yosef Pekerja, malaikat memaklumkan kepada Sr Agnes “telingamu akan secara definitif disembuhkan pada bulan ini yang dipersembahkan kepada Bunda Maria. Telingamu akan disembuhkan, untuk terakhir kalinya, oleh Dia yang sungguh hadir dalam Ekaristi.” Kedua mukjizat penyembuhan ini terjadi tepat pada saat Pujian kepada Sakramen Mahakudus. Berikut seperti ditulis P Teiji Yasuda SVD.
“Sembilan tahun telah berlalu sejak ia kehilangan pendengarannya pada tahun 1973. Pada tanggal 30 Mei, pada Hari Raya Pentakosta, ia disembuhkan secara ajaib saat ia menerima berkat dari Sakramen Mahakudus dalam monstrans yang saya unjukkan dalam sembah sujud Ekaristi di kapel. Begitu berkat Sakramen Mahakudus diberikan, Sr Agnes mendengar lonceng adorasi yang dibunyikan oleh seorang biarawati. Mukjizat kesembuhan ini disahkan dalam suatu sertifikat kesehatan yang dikeluarkan oleh Dr Tatsuhiko Arai dari Rumah Sakit Palang Merah Akita.”
Peristiwa yang sungguh indah ini mengakhiri untuk selama-lamanya penampakan-penampakan, pesan-pesan dan peristiwa-peristiwa ajaib di Akita, yang seringkali disebut sebagai Fatima dari Timur.
Uskup Yohanes Ito mengatur agar Profesor Sagisaka, M.D., seorang non-Kristiani, seorang ahli dalam bidang forensik, untuk melakukan penelitian ilmiah yang cermat serta seksama atas ketiga cairan, tanpa menyebutkan apa dan darimana cairan itu berasal. Hasilnya adalah, “Materia yang menempel pada kain kasa adalah darah manusia. Keringat dan airmata yang terkandung dalam dua gumpalan kapas berasal dari manusia.”
Pada tanggal 22 April 1984, Uskup Yohanes Shojiro Ito, ordinaris keuskupan di mana penampakan Bunda Maria terjadi, menerbitkan sepucuk surat pastoral di mana ia mengesahkan penghormatan kepada Bunda Tersuci dari Akita. Dalam surat pastoral tersebut, Uskup Ito memaklumkan keotentikan adikodrati dari ketiga pesan Bunda Maria, pesan-pesan malaikat dan peristiwa-peristiwa adikodrati lainnya yang terjadi atas seorang biarawati Jepang sejak 1973 di sebuah biara di Akita, Jepang Utara, yang ada dalam wilayah keuskupannya. Empat tahun kemudian, pada tanggal 20 Juni 1988, dalam kunjungan Uskup Ito ke Roma, Kardinal Joseph Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI), sebagai Prefek Kongregasi Ajaran Iman memberikan persetujuan atas isi surat pastoral Bapa Uskup.
Sumber :
- http://yesaya.indocell.net
- http://www.miraclehunter.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar