Penampakan Bunda Maria Di Kibeho, Rwanda (Tahun 1981 S/D 1989)

" NYINA WA JAMBO (MOTHER OF THE WORD) "

Santa Perawan Maria dari Kibeho

Penampakan kepada : Alphonsine Mumureke, Anathalie Mukamazimpaka, Marie Claire Mukangango

Penampakan pertama : 28 November 1981
Penampakan terakhir : 28 November 1989
Jumlah penampakan : Banyak kali
Tempat penampakan : Kibeho, Rwanda

Diselidiki oleh gereja : Bulan April 1982
Diakui Vatikan : 29 Juni 2001
Oleh : Uskup Augustin Misago


Rwanda adalah sebuah negeri kecil di bagian tengah Afrika; negeri dengan sederetan pegunungan sehingga sering disebut sebagai Swiss Afrika. Penduduknya berjumlah sekitar 5,5 juta jiwa; separuh dari antara mereka adalah Katolik. Ada dua suku besar di Rwanda: suku Hutu dan suku Tutsi, yang saling bersitegang satu sama lain bertahun-tahun lamanya. Kota Kibeho terletak di bagian selatan negeri yang elok ini; wilayah termiskin di Rwanda.

Sepanjang tahun 1980-1981, kebrobokan merajalela di seluruh negeri. Hampir semua patung-patung Bunda Maria yang ada di pintu-pintu masuk desa dikudungi, dirusakkan, atau dicuri. Suatu masa yang menyedihkan ketika Bunda Maria nyaris dilupakan dan orang tak lagi datang mohon bantuan doanya. Bahkan sebagian imam tak lagi berdoa rosasio, sebab terpengaruh oleh propaganda teolog-teolog sesat yang hendak meyakinkan kita bahwa devosi yang demikian sudah ketinggalan jaman. Umat Katolik dihinakan; kaum klerus mulai menyerah. Pada masa keputusasaan seperti inilah Bunda Maria memilih untuk mengunjungi Rwanda. Penampakan Bunda sang Sabda dimulai pada tanggal 28 November 1981 dan berakhir pada tanggal 28 November 1989. Belasan orang menyatakan menerima penampakan dari Bunda Maria. Kibeho menjadi tenar di seluruh dunia karena di antara pesan penampakan dari Bunda Maria berisi genosida yang menghancurkan negara itu.

Kibeho merupakan sebuah desa berbukit dan menjadi tempat suci paling terkenal di negara itu. Pada 1980-an, tempat itu menjadi tenar karena penampakan Bunda Maria.

Di 'Tempat Kudus Kibeho' pasangan biarawati biasa berbusana putih dan biru menjadi pemandangan yang umum. Di tempat itu berdiri gereja yang menjadi saksi genosida di negeri itu. Di sebelah kirinya, sebuah tugu peringatan kecil untuk mengenang 28 ribu korban pembantaian dalam genosida itu.

Alphonsine Mumureke
Alphonsine Mumureke, yang saat itu masih berusia 16 tahun, berasal dari sebuah kelurga Katolik yang miskin, adalah seorang siswi di sebuah sekolah biara yang dikelola oleh para biarawati. Selain amat saleh dan senantiasa menunjukkan kasih yang besar kepada Bunda Allah, ia juga biasa ikut ambil bagian dalam Misa Kudus. Berikut kisah penampakan pertama seperti yang diceritakan sendiri oleh Alphonsine Mumureke :

“Peristiwa itu terjadi pada hari Sabtu, tanggal 28 November 1981, pukul 12:35 siang. Aku sedang berada di kamar makan sekolah, melayani teman-teman sekelas. Sekonyong-konyong, aku mendengar suara yang memanggilku.”

“Puteriku.”

“Aku di sini.”

“Aku pergi ke lorong, dan melihat seorang perempuan yang amat cantik jelita. Aku berlutut, membuat Tanda Salib dan bertanya, `Siapakah engkau?'”

“Ndi Nyina Wa Jambo (dalam bahasa setempat, yang artinya, “Aku adalah Bunda sang Sabda”). Dalam agama, apakah yang engkau sukai?”

“Aku mengasihi Tuhan dan BundaNya, yang memberi kami Kanak-kanak yang menebus kami.”

“Jika demikian, aku telah datang untuk menenangkanmu, sebab aku telah mendengar doa-doamu. Aku menghendaki teman-temanmu memiliki iman, sebab kepercayaan mereka kurang kuat.”

“Bunda sang Juruselamat, jika sungguh engkau itu yang telah datang untuk memberitahukan kepada kami bahwa di sini, di sekolah ini, iman kami lemah, maka engkau sungguh mengasihi kami. Aku sungguh dipenuhi sukacita bahwa engkau menampakkan diri kepadaku.”

Bunda Maria kemudian meminta Alphonsine Mumureke untuk bergabung dengan Legio Maria dan mengatakan bahwa ia ingin dikasihi dan dipercayai sebagai seorang ibunda, agar ia dapat menghantar kita kepada Putranya, Yesus.

Ketika ditanyakan kepadanya mengenai penampilan fisik Bunda Maria, Alphonsine Mumureke menjawab, “Santa Perawan tidak berkulit putih seperti ia biasa digambarkan dalam gambar-gambar kudus. Aku tak dapat menentukan warna kulitnya, tetapi ia sungguh cantik tak terperi. Ia bertelanjang kaki dan mengenakan gaun putih tak berjahit, juga sebuah kerudung putih di atas kepalanya. Kedua tangannya dikatupkan di dada dengan jari-jemarinya mengarah ke langit. Sesudahnya, aku diberitahu bahwa aku sedang berada di kamar makan. Teman-teman sekelas mengatakan bahwa aku berbicara dalam beberapa bahasa : Perancis, Inggris, Kinyarwanda, dsbnya.”

“Ketika Santa Perawan hendak pergi, aku mendaraskan tiga `Salam Maria' dan doa `Datanglah Roh Kudus'. Ketika ia pergi, aku melihatnya naik ke surga seperti Yesus.”

Di akhir penampakan, Alphonsine Mumureke jatuh ke tanah dan tak bergerak hingga seperempat jam lamanya, seolah ia lumpuh; segala usaha untuk membangunkannya dari ekstasi sia-sia belaka. Tak seorang guru maupun biarawati yang percaya akan apa yang diceritakan Alphonsine. Mereka menganggapnya sakit.

Fenomena yang sama terjadi lagi keesokan harinya, 29 November 1981. Pada bulan Desember, penampakan terjadi hampir setiap hari Sabtu. Didorong oleh rasa keingintahuan yang besar, para murid dan guru berusaha mencoba menguji realita ekstasi. Mereka menyulut tubuh Alphonsine Mumureke dengan korek api, atau menusuknya dengan peniti, tetapi ia tidak bereaksi. Alphonsine Mumureke banyak menderita. Mereka mengolok-oloknya, “Ini dia, si penglihat datang!” Dalam penampakan tanggal 8 Mei 1982, Alphonsine Mumureke mengeluh kepada Bunda Maria, “Orang banyak mengatakan bahwa kita gila.”

Sementara itu, sebagian murid datang membawa rosario agar diberkati oleh Santa Perawan. Semua rosario dikumpulkan dan dicampur menjadi satu, hingga tak mungkin bagi Alphonsine Mumureke untuk mengenali pemilik masing-masing. Ketika Alphonsine Mumureke mengambil rosario dan menyerahkannya kepada Bunda Maria, sebagian rosario menjadi begitu berat hingga Alphonsine Mumureke tak mampu mengangkatnya dan memintakan berkat. Sesudahnya, barulah orang tahu bahwa rosario yang demikian adalah milik murid-murid yang tidak percaya akan penampakan dan yang memperoloknya.

Rangkuman pesan pesan Bunda Maria selama penampakannya kepada Alphonsine Mumureke adalah sebagai berikut :
“Aku berbicara kepada kalian yang memegang kekuasaan, dan yang memimpin negara: selamatkanlah rakyat, dan bukannya menjadi penindas mereka. Janganlah merampas dari rakyat; berbagilah dengan yang lain. Berhati-hatilah untuk tidak menganiaya, membungkam mereka yang hendak mengkritik kesalahan kalian. Aku katakan kepada kalian, aku ulangi, apapun yang kalian lakukan, bahkan meski kalian mengusahakan segala daya upaya untuk mencelakai seseorang sebab ia mengasihi sesamanya, membela hak-hak asazi manusia, berjuang demi harkat hidup yang lain, dan demi kebenaran dan segala yang baik, dan bahkan sebab ia berjuang agar Tuhan dikasihi dan dihormati, apapun yang kalian lakukan, kalian tak akan dapat melakukan sesuatupun untuk melawan dia.” (28 November 1989, penampakan terakhir)

“Tak ada yang lebih indah daripada sebentuk hati yang mempersembahkan penderitaannya kepada Tuhan. Berdoa, berdoa, berdoalah! Ikutilah Injil Putraku. Janganlah lupa bahwa Tuhan jauh lebih berkuasa dari segala kejahatan di dunia. Berbagilah. Jangan membunuh. Jangan menganiaya. Hormatilah hak-hak manusia, sebab jika kalian bertindak sebaliknya, kalian tidak akan berhasil dan ia akan berbalik melawanmu.”

“Meski aku adalah Bunda Allah, aku rendah hati dan bersahaja. Aku senantiasa menempatkan diriku di tempat kalian. Aku mengasihi kalian apa adanya. Tak pernah aku mencela anak-anakku yang kecil. Apabila seorang kanak-kanak tidak dicela oleh ibundanya, maka ia akan mengatakan kepada ibundanya segala sesuatu yang ada dalam hatinya. Aku bersuka hati apabila anakku bersukacita bersamaku. Sukacita itu merupakan tanda yang paling indah dari kepercayaan dan kasih. Sedikit saja orang yang mengerti misteri kasih Allah. Ijinkanlah aku, sebagai Bunda kalian, memeluk segenap anak-anakku dengan penuh kasih sayang agar kalian boleh mempercayakan kerinduan-kerinduanmu yang terdalam kepadaku. Ketahuilah, bahwa aku menyampaikan segala kerinduan hatimu kepada Putraku, Yesus, Saudara-mu.”

“Aku mengasihi seorang kanak-kanak yang bermain bersamaku, sebab ini merupakan suatu perwujudan nyata yang indah dari kepercayaan dan kasih. Bersikaplah bagai kanak-kanak bersamaku sebab aku juga suka membelaimu. Tak seorang pun takut kepada ibundanya. Aku Bundamu. Janganlah kalian takut kepadaku, melainkan hendaknyalah kalian mengasihi aku.”

“Aku mengasihi, mengasihi, sangat mengasihi kalian. Janganlah pernah lupa akan kasihku kepada kalian sehingga aku datang di antara kalian. Pesan-pesan ini tidak hanya berguna sekarang ini saja, melainkan juga di masa mendatang.” (28 November 1989, penampakan terakhir)

Karena kuatnya pertentangan antara yang percaya dan yang tidak, sebagian guru dan murid mengatakan, “Kami percaya akan kedatangan Bunda Maria, Bunda Allah, ke sekolah kita, hanya jika ia menampakkan diri juga kepada yang lain selain Alphonsine Mumureke.” Yang ditanggapi Alphonsine Mumureke dengan, “Berdoalah agar kalian mendapatkan rahmat itu.”

Anathalie Mukamazimpaka
Pada tangal 12 Januari 1982, Bunda Maria mengabulkan doa mereka dan menampakkan diri kepada Anathalie Mukamazimpaka (1965), berasal dari sebuah keluarga Katolik, seorang anggota Legio Maria. Pesan-pesan yang disampaikan Bunda Maria kepadanya, yang berakhir pada tanggal 3 Desember 1983, berpusat pada doa dari hati, mati raga, penyerahan diri kepada Tuhan, dan kerendahan hati. Begitu Anathalie Mukamazimpaka juga mendapatkan penampakan, sebagian besar komunitas menerima penampakan Bunda Maria sebagai kebenaran.

Aloys Ruhinguka adalah seorang petani yang dibesarkan di daerah itu. Dia ingat saat berusia 16 tahun ketika pertama kali menyaksikan seorang perempuan berusia 18 tahun bernama Anathalie Mukamazimpaka duduk selama berjam-jam. Perempuan itu menatap ke matahari dan menyampaikan pesan yang dikatakannya berasal dari Bunda Maria. “Dia mengatakan hal yang buruk akan terjadi di negeri ini, dan dia menghadap matahari dan memberikan pesan," dia menunjuk ke matahari yang terbit di atas kepalanya . "Dia mengatakan banyak hal, tetapi apa yang saya ingat adalah bahwa hal-hal buruk yang akan terjadi di negeri ini.

Rangkuman pesan pesan Bunda Maria selama penampakannya kepada Anathalie Mukamazimpaka adalah sebagai berikut :
“Bangunlah, berdirilah! Basuhlah dirimu dan lihatlah dengan seksama. Haruslah kita membaktikan diri dalam doa. Haruslah kita mengembangkan dalam diri kita keutamaan-keutamaan belas kasih, keterbukaan hati dan kerendahan hati.”

“Kembalilah kepada Tuhan, Sumber Air Hidup.”

“Aku berbicara kepada kalian, tetapi kalian tidak mendengarkan aku. Aku hendak mengangkat kalian, tetapi kalian tetap tinggal di bawah. Aku memanggil kalian, tetapi kalian memberiku telinga yang berat mendengar. Bilamanakah kalian akan melakukan apa yang aku minta? Kalian tetap acuh tak acuh terhadap segala permintaanku. Bilakah kalian mau mengerti? Bilamanakah kalian menaruh minat pada apa yang ingin kusampaikan kepada kalian? Aku memberi kalian tanda-tanda, tetapi kalian tetap tidak percaya. Berapa lama lagikah kalian akan menyendengkan telinga yang tuli terhadap permintaanku?” (5 Agustus 1982, keluhan Santa Perawan Maria sehubungan dengan permintaannya untuk mendirikan dua tempat ibadat di tempat penampakan.)

Marie Claire Mukangango
Pada tanggal 2 Maret 1982, semua orang dibuat tercengang-cengang ketika Bunda Maria menampakkan diri pula kepada Marie Claire Mukangango (1961), sebab ia adalah seorang dari mereka yang paling menunjukkan ketidak percayaannya. Kehidupan Kristianinya tidak istimewa, bahkan jauh dari teladan! Ia mengalami masalah dalam disiplin dan harus satu tahun tinggal kelas. Ia memperolok Alphonsine Mumureke sebagai “si tolol”. Dan sekarang, gilirannyalah dikuasai oleh kuasa adikodrati. Sejak saat itu, Marie Claire Mukangango tak hentinya menasehatkan kepada orang banyak, “Kita patut merenungkan sengsara Yesus dan dukacita mendalam BundaNya. Hendaknyalah kita mendaraskan rosario setiap hari, dan juga Rosario Tujuh Duka SP Maria, demi mendapatkan rahmat tobat.” Penampakan Bunda Maria kepada Marie Claire berlangsung enam bulan lamanya dan berakhir pada Peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita, tanggal 15 September 1982.

Rangkuman pesan pesan Bunda Maria selama penampakannya kepada Marie Claire Mukangango adalah sebagai berikut :
“Aku menaruh perhatian bukan hanya kepada Rwanda atau kepada seluruh Afrika saja. Aku menaruh perhatian kepada, dan berpaling kepada, seluruh dunia. Dunia sedang berada di ambang bencana.”

“Aku datang untuk mempersiapkan jalan bagi Putraku demi kebaikan kalian, dan kalian tidak mau mengerti. Tinggal sedikit saja waktu dan kalian mudah lupa. Kalian terpikat oleh barang-barang dunia ini yang akan binasa. Aku melihat banyak dari antara anak-anakku yang tersesat, dan aku datang untuk menunjukkan jalan yang benar kepada mereka.”

“Dunia telah berbalik melawan Allah. Kita harus bertobat dan memohon pengampunan.”

“Betobatlah! Betobatlah! Betobatlah!”

“Tetapi, aku sudah melakukannya.”

“Apabila aku menyampaikan ini kepadamu, aku tidak berbicara hanya kepadamu seorang, melainkan aku berbicara juga kepada semua yang lainnya. Manusia pada masa ini telah mengosongkan segala sesuatu dari maknanya yang sejati; ia yang melakukan kesalahan tidak tahu bahwa ia telah berbuat salah.” (2 April 1982)

“Yang aku minta dari kalian adalah tobat. Apabila kalian mendaraskan kaplet ini (Rosario Tujuh Duka SP Maria), dengan merenungkannya, maka kalian akan mendapatkan kekuatan untuk bertobat. Sekarang ini, banyak orang yang tidak tahu lagi bagaimana memohon pengampunan. Mereka memakukan kembali Putra Allah pada Salib. Sebab itu aku menghendaki datang dan mengingatkannya kembali kepada kalian, khususnya di sini di Rwanda, sebab di sini aku masih mendapati orang-orang sederhana yang tidak terikat pada kekayaan ataupun uang.” (31 Mei 1982)

“Kita patut merenungkan sengsara Yesus dan dukacita mendalam BundaNya. Hendaknyalah kita mendaraskan rosario setiap hari, dan juga Rosario Tujuh Duka SP Maria, demi mendapatkan rahmat tobat.”

Selain ketiga siswi di atas, ada empat orang lainnya yang menyatakan diri mendapatkan penampakan Bunda Maria juga. Mereka adalah: Stephanie Mukamurenzi (1968); Agnes Kamagaju (1960); Segatashya (1967), seorang anak laki-laki kafir yang kemudian mendapat nama kristen Emanuel; Vestine Salima (1960), seorang wanita muslim. Namun demikian, hingga kini hanya tiga orang saja yang diakui secara resmi oleh Gereja, yaitu: Alphonsine Mumureke Mumureke, Anathalie Mukamazimpaka dan Marie Claire Mukangango.

Penampakan pertama pada tanggal 28 November 1981 terjadi siang hari di kamar makan sekolah; hari berikutnya penampakan terjadi sore hari di asrama, di kamar visioner hingga tanggal 16 Januari 1982. Sesudah itu, penampakan biasa terjadi di asrama para murid atau di kapel. Di sanalah para murid datang untuk berdoa sore hari dan merupakan saat yang disukai Bunda Maria untuk datang mengunjungi mereka. Para murid ada di sana selama penampakan; seringkali pembicaraan dengan Bunda Maria adalah mengenai kehidupan sekolah. Bunda Maria memberikan nasehat, membesarkan hati, berbicara demi menghantar mereka di jalan yang benar. Bunda Maria adalah sungguh seorang ibunda yang , dengan kasih keibuannya, mendidik putera-puterinya. Penampakan-penampakan ini dianggap privat dan masyarakat umum tidak diperkenankan ikut.

Namun demikian, masyarakat umum dapat ikut ambil bagian dalam penampakan yang juga terjadi di halaman sekolah. Di sana berlangsung pembicaraan antara visioner dengan Bunda Maria. Semua yang hadir dapat mendengar kata-kata yang diucapkan visioner, namun tentu saja, mereka tak dapat mendengarkan perkataan Santa Perawan Maria.

Segera kota itu dibanjiri orang Rwanda dan orang asing yang bersemangat mengamati peristiwa supranatural. Awak media mendirikan speaker sekitar pusat kampus menjelang waktu penampakan Bunda Maria berikutnya. Dengan demikian, para anggota komisi kesehatan dan komisi teologis dan juga para wartawan dapat bergerak leluasa. Speaker ini juga menyiarkan pesan yang disampaikan para visioner (orang yang menerima penampakan) ke ribuan orang yang berkumpul. Para pengunjung mengharapkan limpahan kekudusan. Mereka menjinjing jerigen air dari sungai kecil di dekatnya dan membawanya ke para visioner itu untuk diberkati. Mereka akan menaburkan air yang sudah diberkati itu ke rumah mereka atau memberikannya kepada orang sakit. "Ketika dia (Anathalie Mukamazimpaka) selesai menerima pesan dia jatuh, dan Bunda Maria mengucapkan selamat tinggal," ingat Aloys Ruhinguka. Pada tanggal 15 Agustus 1982, diperkirakan ada sekitar 20.000 orang yang hadir.

Terkadang, pada waktu penampakan terjadi, khalayak ramai juga menyaksikan berbagai fenomena adikodrati seperti mukjizat matahari (serupa di Fatima): matahari menari-nari dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah selama sepuluh menit, matahari sekonyong-konyong lenyap ditelan langit dan digantikan oleh bulan yang kehijau-hijauan; pula bintang-bintang menari dan salib-salib bercahaya di langit.

Di akhir penampakan, Santa Perawan meminta para visioner untuk memberkati khalayak ramai. Para visioner berada dalam keadaan ekstasi; mereka tidak melihat orang banyak, melainkan sebuah taman bunga, sebagian bunga tampak segar sementara yang lainnya layu. Santa Perawan meminta mereka menyirami bunga-bunga itu, sembari menjelaskan bahwa bunga-bunga segar mewakili jiwa-jiwa yang hatinya bertaut pada Tuhan, sedangkan bunga-bunga layu mewakili jiwa-jiwa yang hatinya bertaut pada hal-hal duniawi, khususnya harta.

Meski banyak mukjizat, namun mukjizat terbesar yang terjadi di Kibeho adalah gelombang pertobatan dan doa. Pada akhir tahun 1983, semua penampakan di Kibeho berakhir, terkecuali penampakan kepada Alphonsine Mumureke yang berakhir pada tanggal 28 November 1989.

Alphonsine Mumureke mengalami fenomena perjalanan mistik pada tanggal 20 dan 21 Maret 1982. Sebelumnya ia telah memberitahukan kepada Suster Direktris dan teman sekelasnya, “Aku akan tampak mati, tapi janganlah takut; jangan kuburkan aku!” Bunda Maria sebelumnya telah mengatakan kepada Alphonsine Mumureke bahwa ia akan membawanya dalam suatu perjalanan bersamanya; perjalanan ini memakan waktu hingga 18 jam lamanya. Para imam, kaum religius, para perawat, pula para pelayan kesehatan Palang Merah, semuanya dapat melihat Alphonsine Mumureke tenggelam dalam suatu tidur yang dalam; tubuhnya lurus kaku dan amat berat; mereka tak dapat mengangkat tubuhnya maupun memisahkan kedua tangannya yang terjalin erat. Dalam perjalanan ini, Bunda Maria memperlihatkan kepadanya surga, api penyucian dan neraka.

Fenomena mengesankan lainnya yang terjadi di Kibeho adalah puasa dan hening yang diminta oleh Bunda Maria. Anathalie Mukamazimpaka berpuasa selama 14 hari lamanya - dari tanggal 16 Februari hingga 2 Maret 1983 - dan hanya hidup dari Ekaristi Kudus. Ia sama sekali tidak makan apapun sepanjang delapan hari yang pertama, bahkan setetes air pun tidak. Enam hari berikutnya, ia minum hanya sedikit air. Para anggota komisi kesehatan dan teologis memeriksa dengan cermat di setiap menit. Delapan perawat kesehatan ditugaskan secara bergiliran baik pagi maupun malam sepanjang waktu. Para dokter melakukan beberapa pemeriksaan setiap harinya guna memeriksa keadaan kesehatan Anathalie Mukamazimpaka. Mereka mendapati bahwa tidak ada tanda-tanda dehidrasi, bibirnya tetap basah; ia tidak gemetar seperti yang biasa terjadi pada orang-orang yang kelaparan. Pada hari yang kesebelas dari puasanya, Santa Perawan menampakkan diri kepadanya di bawah panas terik matahari selama 105 menit.

Anathalie Mukamazimpaka sekarang berusia 50 tahun. Dia menggambarkan peristiwa itu dengan sikap tenang dan berbicara lembut tetapi cepat. "Saya tidak bisa mengatakan mengapa, tetapi dia (Bunda Maria) sendiri memutuskan untuk datang ke sini dan dia memutuskan untuk memilih tiga dari kami."

"Sepertinya ini membuatmu menjadi sangat berdaya, menjadi sangat kuat, dan kamu merasa sangat bahagia melihat dia (Bunda Maria) di depanmu," kenangnya.

Sembilan bulan setelah penampakan pertama Bunda Maria, mereka menerima pesan penampakan yang mengganggu. Pada tanggal 15 Agustus 1982, Bunda Maria hadir dengan membawa pesan tentang peristiwa yang akan terjadi di Rwanda. "Ketika dia datang dia (Bunda Maria) menangis dan berkata, "Dunia tidak sangat baik dan pembunuhan akan terjadi di negeri ini," ingat Anathalie Mukamazimpaka. "Dua belas tahun kemudian hal itu terjadi dan kami menyaksikan segala sesuatu." Dia mengulangi, "Ketika dia datang pada hari itu, dia (Bunda Maria) menangis."

Beberapa hari setelah penampakan itu, masing-masing visioner menyaksikan penglihatan tentang sungai darah, orang-orang yang saling membunuh satu sama lain, mayat-mayat bergelimpangan tanpa seorang pun menguburkan mereka, pepohonan dilalap api, tubuh-tubuh tanpa kepala. Mereka menangis dengan begitu pedih dan pilu hingga mengguncangkan hati khalayak ramai yang berkerumun di sana. Menurut penyintas genosida dan penulis Immaculée Ilibagiza menyebutkan Alphonsine Mumureke saat itu berteriak kepada 20 ribu orang banyaknya,"Saya melihat sungai darah! Apa artinya? Tidak, tolong! Mengapa kamu menunjukkan saya begitu banyak darah? Tunjukkan aliran air yang jelas, bukan sungai darah!" Kemudian, "Mengapa orang-orang membunuh satu sama lain? Mengapa mereka memotong satu sama lain?"

Nubuat ini tampaknya tak masuk akal, namun, pada musim semi 1994, pecah suatu perang sipil yang paling tragis serta mengerikan. Para pemimpin kaum Hutu mengorganisir suatu genosida yang sistematik yang merenggut nyawa sekitar 800.000 kaum Tutsi dan kaum Hutu moderat; suatu pembantaian besar-besaran yang sebagian besar dilakukan dengan parang. Orang-orang tak bersalah, termasuk anak-anak, dibantai secara keji. Kamp pengungsian terbesar berada di Kibeho. Ketika pembunuhan di Rwanda dimulai, orang-orang dari pelbagai provinsi menuju Kibeho karena di tempat itu berdiri gereja terbesar. "Kami pikir tidak ada yang akan datang ke sini karena itu adalah tempat suci," kata Aloys Ruhinguka. Pada tanggal 14 April 1994, seluruh suku Tutsi yang bersembunyi di sebuah gereja paroki di sana, sekitar 4.000 orang, tewas oleh granat-granat yang meledak dalam bangunan gereja yang kemudian terbakar hangus. Hanya dalam waktu tiga bulan saja, April hingga Juni 1994, sekitar 1.000.000 orang tewas, sebagian besar dipenggal kepalanya dan tubuhnya dicampakkan ke dalam Sungai Kagea (= sungai darah).

Aloys Ruhinguka mengungkapkan bahwa dia seorang yang selamat dari pembantaian. "Kami tidak percaya pada apa yang dia katakan, tetapi ketika itu terjadi, kami berkata, 'Dia benar.'"

Aloys Ruhinguka menyatakan umur panjangnya ini merupakan sebuah keajaiban. “Setelah pembantaian itu,” katanya, “Para pelaku pembantaian membuat Kibeho sebagai pusat mereka melakukan pemusnahan. Wilayah ini merupakan bagian dari Operasi Turquoise yang dipimpin oleh Perancis, misi untuk mengontrol dan melindungi daerah, tetapi tidak ada yang dilakukan untuk menghentikan pembantaian di Kibeho. Tentara perdamaian Perancis datang ke desa itu sehari setelah pembantaian. Aloys Ruhinguka mengatakan Tentara Perancis melindungi pembunuh. "Mereka tidak menyentuh mereka."

Tragedi itu menyisakan pemikiran. Para visioner telah meramalkan lebih dari satu dekade sebelumnya. "Ketika pembunuhan dimulai, aku berkata, 'Ini adalah masa pembunuhan, dan Bunda memberitahu ini belangsung lama'" kata Anathalie Mukamazimpaka.

"Dia mengatakan jika kamu tidak saling mencintai, jika kamu tidak berubah pikiran, inilah yang akan terjadi kata Pastor Norbert Nsengiyumva, salah satu imam di kota. "Orang-orang tidak percaya itu, tetapi mereka menyadari hal itu benar ketika terjadi."

Pembantaian tersebut telah menyebabkan Marie Claire Mukangango tewas. Alphonsine Mumureke berhasil selamat walau seluruh keluarganya tewas terbunuh. Di kemudian hari, Alphonsine menjadi seorang biarawati rabiah. Anathalie Mukamazimpaka juga berhasil selamat dan mengatakan Bunda Maria memintanya tinggal di Kibeho, kecuali untuk dua tahun saat genosida terjadi ketika dia diperintahkan uskup untuk pergi meninggalkan tempat itu.

Pembantaian di gereja bukanlah akhir penderitaan Kibeho. Pada 1995, hampir satu tahun kemudian, kota suci Rwanda itu sekali lagi menjadi tempat pertumpahan darah. Setelah pemberontak dari Front Patriotik Rwanda (RPF) menghentikan genosida, orang Hutu, termasuk pelaku pembantaian dan lain-lain yang bertanggung jawab atas pembantaian itu kemudian membentuk sebuah kamp pengungsi besar di desa. Mereka takut akan pembalasan kelompok pembebasan Tutsi. Meskipun pasukan perdamaian Australia dan Afrika hadir tetapi pembantaian yang dilakukan RPF tetap berlangsung. Diperkirakan 2 ribu sampai 4 ribu pengungsi meninggal. Kebanyakan dari mereka warga sipil dan anak-anak tidak berdosa.

Sebelum penampakan dimulai pada 1981, Kibeho adalah sebuah desa yang normal. Pastor Norbert Nsengiyumva mengatakan setelah berita penampakan menyebar, pengunjung mulai datang dari seluruh penjuru dunia. Penampakan segera menular. Lebih dari 30 anak laki-laki dan perempuan di Kibeho dan desa-desa sekitarnya melaporkan penampakan Bunda Maria. Banjir kesucian, termasuk di antaranya laporan penampakan Yesus. Hal ini membesarkan kecurigaan dari pengamat dan bahkan pihak berwenang agama. "Manusia tidak bisa menjelaskan apa yang terjadi," kata Pastor Norbert Nsengiyumva.

Di Kibeho juga, Santa Perawan Maria telah memperingatkan kita bahwa seks bebas akan menghantar manusia kepada petaka. Pesan itu dinyatakan sebelum dunia mengenal AIDS, tetapi pada tahun 1994, 70% kasus AIDS sedunia terdapat di Afrika. Sebanyak 25 juta warga Afrika terjangkit penyakit mematikan ini.

Guna menghindari perang dan malapetaka, Bunda sang Sabda mengundang para visioner dan juga seluruh dunia untuk berdoa, berpuasa dan bermatiraga.

Uskup Augustin Misago
Pada waktu penampakan terjadi, Kibeho adalah bagian dari Keuskupan Butare di bawah kepemimpinan Uskup Jean Baptiste Gahamanyi; sekarang Kibeho adalah bagian dari Keuskupan Gikongoro di bawah kepemimpinan Uskup Augustin Misago.

Menanggapi fenomena penampakan yang terjadi di wilayah keuskupannya, beberapa bulan setelah penampakan pertama maka Uskup Jean Baptiste Gahamanyi segera membentuk dua komisi: komisi teologis dan komisi medis untuk menyelidiki pernyataan dan pesan dari delapan visioner yang dianggap paling otentik. Sebuah komite terdiri dari dokter dan lainnya para teolog. Tim medis benar-benar menusuk dan mendorong para perempuan itu saat mereka dalam keadaan trance. Tindakan ini untuk menilai rasa sakit fisik dalam menyadarkan mereka. Para teolog memeriksa pesan dengan terang iman gereja.

Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian yang cermat dan seksama oleh kedua komisi, pada tanggal 15 Agustus 1988, Uskup setempat berkeputusan untuk memberikan persetujuan atas devosi publik sehubungan dengan penampakan Kibeho. Uskup Jean Baptiste Gahamanyi memaklumkan, “Saya sama sekali tak ragu bahwa sesuatu yang adikodrati telah terjadi di Kibeho. Pesan-pesannya benar; orang hendaknya menaruh perhatian.”

Penyelidikan resmi berakhir pada 1989, tetapi temuan mereka tidak dikeluarkan sampai 2001. Pada tanggal 29 Juni 2001, Pesta St Petrus dan St Paulus, dalam suatu Misa Kudus yang khidmad di Katedral Gikongoro, Uskup Augustin Misago yang mewakili otoritas yang berwenang, menerbitkan deklarasi resmi mengenai penilaian definitif penampakan di Kibeho, Rwanda. Antara lain beliau memaklumkan, “Ya, Santa Perawan Maria menampakkan diri di Kibeho pada tanggal 28 November 1981, dan pada bulan-bulan berikutnya. Ada lebih banyak alasan untuk percaya pada penampakan-penampakan yang terjadi daripada mengingkarinya. Hanya tiga kesaksian pertama yang dianggap sebagai otentik; yaitu yang kesaksian yang diberikan oleh Alphonsine Mumureke, Anathalie Mukamazimpaka, dan Marie Claire Mukangango.”

Pada tanggal 2 Juli 2001 Tahta Suci memberikan persetujuan akan keotentikan penampakan Kibeho dan menerbitkan laporan lengkap mengenainya dalam koran Vatikan L'Osservatore Romano.

Nama yang diberikan kepada tempat ziarah Bunda Maria di Kibeho adalah `Santa Perawan Maria Berdukacita', peletakan batu pertamanya dilakukan pada tanggal 28 November 1992. Dalam deklarasinya, Uskup Gikongoro, Rwanda, memaklumkan:

“Bahwa Kibeho menjadi suatu tempat ziarah dan tempat perjumpaan bagi segenap mereka yang mencari Kristus dan yang datang ke sana untuk berdoa, suatu pusat fundamental dari pertobatan, silih atas dosa-dosa dunia dan rekonsiliasi, suatu tempat pertemuan bagi `mereka semua yang tercerai-berai', pula bagi mereka yang merindukan nilai-nilai kasih dan persaudaraan tanpa batas, suatu pusat fundamental yang mengingatkan orang akan Injil Salib.”

Kapel Penampakan Bunda Maria dari Kibeho
Hari ini Anathalie Mukamazimpaka tinggal di sebuah rumah kecil satu lantai di atas tanah gereja. Di seberang asrama tempat kejadian dia menerima penampakan pribadi pertamanya. Asrama itu kemudian diubah menjadi sebuah kapel kecil. Kapel itu diisi dengan bangku kayu yang dipoles dan patung Bunda Maria berdiri di sudutnya. Di tengah-tengah halaman, tempat penampakan kepada masyarakat terjadi, didirikan sebuah bait besar yang dikelilingi bangku-bangku.

Setelah keputusan komisi pada 2001, Kibeho mulai membangun gereja seperti yang Bunda Maria minta, Gereja Bunda Dukacita pada 2003.

Penampakan berhenti pada akhir tahun 1989, ketika Alphonsine Mumureke Mumureke memberitahukan Bunda Maria tidak lagi muncul secara terbuka . Anathalie Mukamazimpaka juga lalu melaporkan melihat penampakan pada tahun 1989. Pastor Norbert Nsengiyumva tidak yakin apakah peristiwa penampakan itu akan membawa Bunda Maria kembali ke masyarakat, atau Bunda Maria akan datang kembali. "Ada banyak hal yang dia (Bunda Maria) minta untuk itu kita tidak melakukannya lagi, jadi akan lebih baik jika kita melakukannya dan kemudian dia (Bunda Maria) datang."

Tetapi ribuan pengunjung tetap datang ke Kibeho setiap tahun pada 15 Agustus saat peringatan hari raya Perawan Maria Diangkat ke Surga yaitu hari para visioner meramalkan pertumpahan darah dan genosida. Pengunjung juga datang pada 28 November, saat penampakan dimulai dan diperingati gereja secara resmi.

Pada 2006, Uskup Augustin Misago mengatakan dalam peringatan 25 tahun penampakan Bunda Maria, “Hari ini kita dapat mengatakan tragedi Rwanda itu telah diramalkan, tetapi aku ingat pada tanggal 15 Agustus 1982, pada hari raya Perawan Maria Diangkat ke Surga, bukannya melihat peristiwa yang membahagiakan Perawan Maria, visioner menyaksikan hal mengerikan, visi menakutkan jenazah-jenazah yang bergelimpangan ditinggalkan di atas bukit-bukit tanpa penguburan. Tidak seorang pun tahu apa arti penglihatan mengerikan itu."

Kibeho telah menjadi beriman. Misa hari Minggu di dua gereja masing-masing menarik sekitar 800 umat dengan lima pastor yang melayani mereka. Ada laporan terbaru tentang penampakan, Pastor Norbert Nsengiyumva tidak mempercayainya. Dia mengatakan. "tidak ada bukti."

Gereja Bunda Dukacita di Kibeho, Rwanda
Tiga puluh tiga tahun setelah memperoleh penampakan, Nathalie Mukamazimpaka berdiri di tengah gereja baru yang dibangun seperti yang Bunda Maria pesan. Dia berbicara dengan keyakinan bahwa ramalan yang dia terima dapat mencegah pertumpahan darah dan genosida Rwanda. "Jika orang-orang mendengarkan pesan waktu itu, mereka mengikuti apa yang saya katakan maka itu tidak akan terjadi. Tetapi orang-orang menjaga jarak dengan pesan itu, inilah alasan itu terjadi... Mereka tidak mendengarkan dan itu terjadi," kata Nathalie Mukamazimpaka. "Jika kamu memperoleh pesan untuk menjadi baik dan saling mencintai dan kamu mengatakan menolaknya maka hal-hal buruk terjadi."


Sumber :
http://www.satuharapan.com
http://yesaya.indocell.net
http://www.miraclehunter.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar